DASAR
HUKUM PRAPERADILAN
KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)
Dasar Hukum Praperadilan
Pasal 77 :
Pengadilan
Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini tentang :
a.
Sah Atau
Tidaknya Penangkapan, Penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan;
b.
ganti kerugian dan atau rehabilitasi
bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan.
Pasal 79 :
Permintaan pemeriksaan tentang sah atau
tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga
atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.
Alasan
Praperadilan
Prosedur
1.
PENGGELEDAHAN
Pasal 32 :
Untuk kepentingan penyidikan,
penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau
penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 33 :
(1) Dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat penyidik dalam
melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan yang diperlukan.
(2) Dalam hal yang diperlukan
atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik
Indonesia dapat memasuki rumah.
(3) Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam
hal tersangka atau penghuni menyetujuinya.
(4) Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua
lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak
atau tidak hadir.
(5) Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus
dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau
penghuni rumah yang bersangkutan.
Pasal 34 :
(1)
Dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk
mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal
33 ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan:
a.
pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal,
berdiam atau ada dan yang ada di atasnya;
b.
pada setiap tempat lain tersangka
bertempat tinggal, berdiam atau ada;
c.
di tempat tindak pidana dilakukan atau
terdapat bekasnya;
d.
di tempat penginapan dan tempat umum
lainnya.
(2)
Dalam hal penyidik melakukan
penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1) penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan
tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana
yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang
bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana
tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri
setempat guna memperoleh persetujuannya.
Pasal 36 :
Dalam
hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya,
dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan
tersebut harus diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan didampingi oleh
penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.
2.
PENYITAAN
Pasal 38 :
(1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh
penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(2)
Dalam
keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana
penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin
terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk
itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh
persetujuannya.
Pasal 39 :
(1)
Yang
dapat dikenakan penyitaan adalah:
a.
benda
atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b.
benda
yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya;
c.
benda yang dipergunakan untuk
menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d.
benda yang khusus dibuat atau
diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e.
benda lain yang mempunyai hubungan
lansung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(2)
Benda yang berada dalam sitaan karena
perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi
ketentuan ayat (1).
Pasal 42 :
(1) Penyidik berwenang memerintahkan kepada
orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut
kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu
harus diberikan surat tanda penerimaan.
(2)
Surat
atau tulisan lain hanya dapat diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik
jika surat atau tulisan itu berasal dari tersangka atau terdakwa atau ditujukan
kepadanya atau kepunyaannya atau diperuntukkan baginya atau jikalau benda
tersebut merupakan alat untuk melakukan tindak pidana.
Pasal 43 :
Penyitaan surat atau tulisan lain
dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya,
sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas
persetujuan mereka atau atas izin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat
kecuali undang-undang menentukan lain.
Pasal 44 :
(1)
Benda sitaan disimpan dalam rumah
penyimpanan benda sitaan negara.
(2)
Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang
berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda
tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.
Pasal 46 :
(1) Benda yang dikenakan penyitaan
dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau
kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila:
a.
kepentingan
penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b.
perkara
tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak
merupakan tindak pidana;
c.
perkara tersebut dikesampingkan untuk
kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila
benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk
melakukan suatu tindak pidana.
(2) Apabila perkara sudah diputus, maka
benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka
yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda
itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak
dapat dipergunakan lagi atau, jika benda tersebut masih diperlukan sebagai
barang bukti dalam perkara lain.
3.
PENANGKAPAN
Pasal
16 :
(1) Untuk
kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan
penangkapan.
(2) Untuk
kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan
penangkapan.
Pasal 17 :
Perintah
penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Pasal 18 :
(1)
Pelaksanaan
tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia
dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat
perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan
alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan
serta tempat ia diperiksa.
(2) Dalam
hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan
ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang
bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.
(3)
Tembusan
surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
Pasal 19 :
(1)
Penangkapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu
hari.
(2) Terhadap
tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia
telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu
tanpa alasan yang sah.
4.
PENAHANAN
Pasal 20 :
(1)
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik
atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 berwenang melakukan penahanan.
(2)
Untuk kepentingan penuntutan, penuntut
umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.
(3)
Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di
sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Pasal 24 :
(1)
Perintah
penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling
lama dua puluh hari.
(2)
Jangka waktu sebagaimana tersebut pada
ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut
umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari.
(3)
Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat
(1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari
tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan
sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktu enam puluh hari tersebut,
penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
Pasal 25 :
(1)
Perintah
penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling
lama dua puluh hari.
(2)
Jangka waktu sebagaimana tersebut pada
ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua Pengadilan
Negeri yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari.
(3)
Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat
(1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari
tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan
sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktu lima puluh hari tersebut,
penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
Pasal 26 :
(1)
Hakim
Pengadilan Negeri yang mengadili perkara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84, guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan
surat perintah penahanan untuk paling
lama tiga puluh hari.
(2)
Jangka waktu sebagaimana tersebut pada
ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua Pengadilan
Negeri yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.
(3)
Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat
(1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan
sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah
terpenuhi,
(4) Setelah waktu sembilan puluh hari
walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari
tahanan demi hukum.
No comments:
Post a Comment