Hal : Permohonan
Praperadilan
Lamp. : 1 (satu) lembar Surat Kuasa Khusus
Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Negeri …………………..
Pada Pengadilan Negeri …………………
Di -
………………………………
Dengan segala hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini kami :
TEUKU
BARRUN, SH
Kesemuanya beralamat
di Kantor Hukum “………………. &
ASSOCIATES”, ………………...
Berdasarkan surat kuasa tertanggal
............................. yang dalam hal
ini bertindak untuk dan atas nama klien yang bernama :
Nama : …………………..
Umur : …………………..
Jenis Kelamin : …………………..
Alamat
: …………………….
Pekerjaan : …………………..
Yang selanjutnya dalam hal ini disebut sebagao PEMOHON
Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap :
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah ……………, ……………………………………….
Yang selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai TERMOHON
Adapun alasan-alasan PEMOHON dalam mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN ini adalah sebagai berikut:
I.
FAKTA-FAKTA HUKUM
1.
Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Ketentuan Pasal 77 dan Pasal
79 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), sebagai berikut :
Pasal 77 KUHAP :
Pengadilan
Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini tentang :
a.
Sah
tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan;
b.
Ganti
kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan
pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Pasal 79 KUHAP :
Permintaan pemeriksaan
tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh
Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan
menyebutkan alasannya.
2.
Bahwa pada hari … tanggal ….. sekitar Jam ............, bertempat di …., telah dilakukan penangkapan terhadap PEMOHON oleh
TERMOHON, yaitu :
-
………….
3.
Bahwa penangkapan terhadap
PEMOHON oleh TERMOHON, berdasarkan surat
Penangkapan Nomer : ………………., tertanggal
......................... ;
4.
Bahwa setelah TERMOHON masuk ke …….. milik PEMOHON, tanpa menujukan Surat Perintah
Penggeledahan, TERMOHON (……..) langsung menodongkan Pistol ke Kepala PEMOHON ;
5.
Bahwa awalnya PEMOHON dipanggil sebagai Saksi sebanyak 2 (dua) kali oleh
TERMOHON yaitu :
-
Surat Panggilan I No. : SP.Pgl…….., tanggal …….
-
Surat
Panggilan II No. : SP.Pgl……., tanggal …..
Namun terhadap Surat Panggilan I
dan Surat Panggilan II tersebut, PEMOHON tidak hadir karena berhalangan ;
6.
Bahwa kedua Panggilan terhadap PEMOHON sebagaimana Point 5 tersebut
berdasarkan Laporan
Polisi Nomer : ….. tanggal …… tentang dugaan
Tindak Pidana ….. pada …….. ;
7.
Bahwa pada saat melakukan penggeledahan, TERMOHON
tidak membawa dan menunjukan Surat Perintah Penggeledahan, sekalipun PEMOHON
meminta TERMOHON untuk menunjukannya ;
8.
Bahwa TERMOHON juga
melakukan penyitaan terhadap barang-barang milik PEMOHON ;
9.
Bahwa penyitaan
yang dilakukan TERMOHON terhadap barang-barang milik PEMOHON, hanya beberapa barang milik PEMOHON saja
yang dimasukan dalam Berita Acara Penyitaan, sedangkan ada barang-barang lain
milik PEMOHON yang disita namun tidak dimasukan Berita Acara Penyitaan ;
10.
Bahwa barang-barang
milik PEMOHON yang dsita oleh TERMOHON, namun tidak dimasukan dalam Berita
Acara Penyitaan, meliputi :
-
……
-
……
11.
Bahwa ……… milik PEMOHON yang disita TERMOHON, berisi dokumen
penting serta bukti bukti serta …… Cek Bank Mandiri yang diselipkan
di dalam
sisi tas …. dan
uang ……, yang terdiri dari :
1.
……
Cek ….. sebanyak sebanyak … (…..) lembar dengan pecahan
nilai Rp……,- totalnya menjadi Rp…….,- (…………..) ;
2.
....dst,
12.
Bahwa
pada saat melakukan penyitaan, PEMOHON menyampaikan kepada TERMOHON (…………) : “……………………….”. ;
13.
Bahwa
TERMOHON kemudian merebut tas …… dari tangan PEMOHON dan TERMOHON mengatakan “………. ???
bahkan PEMOHON sempat mau dipukuli oleh TERMOHON (…….) karna mempertahakan tas …… tersebut ;
14.
Bahwa
PEMOHON tetap bersikukuh agar barang-barang milik PEMOHON tidak disita oleh
TERMOHON namun apabila TERMOHON tetap ingin melakukan penyitaan, maka harus
dilakukan perincian, barang-barang apa saja yang akan dibawa dan disita oleh
TERMOHON ;
15.
Bahwa
melihat tindakan PEMOHON, TERMOHON (………) mengatakan :“…………”. ;
16.
Bahwa
setelah PEMOHON bersitegang dengan PEMOHON, akhirnya PEMOHON mau melakukan pengecekan bersama-sama. Namun, belum selesai pengecekan dan pencatatan
penyitaan dokumen, TERMOHON (………….)
mengatakan : “…………”. ;
17.
Bahwa
TERMOHON kemudian mengatakan : “…………………..”. ;
18.
Bahwa
mendengar jawaban PEMOHON tersebut, dengan suara lantang dan keras, TERMOHON
langsung mengatakan :
“………’ ;
19.
Bahwa
kemudian PEMOHON menjawab : “……..’ ;
20.
Bahwa
setelah merebut tas …… tersebut dari tangan PEMOHON, TERMOHON berjanji akan menaruh
tas ….. tersebut di dalam ruangan penyidik POLDA
……., akan tetapi setelah PEMOHON menanyakan
tas ….. tersebut, ternyata TAS
….. POLDA …… dan KEMUDIAN
DI BAWA PULANG,
tanpa pemberitahuan dan tanpa pengetahuan PEMOHON ;
21.
Bahwa
akhirnya PEMOHON mengetahui, Tas
…… milik PEMOHON dibawa oleh TERMOHON ke ….. tempat
TERMOHON menginap, tepatnya di
jalan …. tempatnya Sdr. …….. dan setelah
diperiksa, ternyata segel
sudah terbuka dan tidak seperti semula, pada saat dilakukan
penyegelan oleh
TERMOHON ;
22. Bahwa barang-barang milik PEMOHON sebagaimana Point 10
serta isi tas … sebagaimana point 11, hingga kini PEMOHON tidak mengetahui dimana keberadaannya ;
23.
Bahwa
keesokan harinya, tepatnya hari …., …… sekitar
Pukul ….
WIB, PEMOHON meminta kepada
TERMOHON, agar PEMOHON bisa menghubungi keluarganya, namun tiba-tiba TERMOHON memegang leher PEMOHON (dengan
posisi
hendak memukul PEMOHON),
TERMOHON marah-marah sambil menyeret PEMOHON ;
24.
Bahwa
PEMOHON tidak diperbolehkan untuk
menghubungi keluarga atau siapapun, termasuk menghubungi Penasehat Hukum
;
25.
Bahwa
sekitar Pukul ...................., TERMOHON mengantarkan PEMOHON ke POLDA …... Setibanya di POLDA …., langsung dilakukan tes Kesehatan terhadap PEMOHON kemudian
TERMOHON langsung memasukan PEMOHON ke dalam tahanan ;
26.
Bahwa
PEMOHON bertanya kepada TERMOHON (…….) : “….’ atas pertanyaan
PEMOHON, TERMOHON menjawab : “……….“ ;
27.
Bahwa
PEMOHON bertanya lagi kepada TERMOHON (dimana di dalam ruangan tersebut,
terdapat sekitar 9-10 orang Penyidik POLDA …..) : “…..’;
28.
Bahwa
atas pertanyaan PEMOHON, TERMOHON (……..) menjawab : “……..”. ;
29.
Bahwa penyiksaan secara psikis dan fisik terhadap
PEMOHON oleh TERMOHON, antara lain TERMOHON menyerahkan 2 (dua) lembar surat,
yaitu :
a.
Berita
Acara Penangkapan Tertanggal …..
b.
Berita Acara Penahanan tertanggal ……..
TERMOHON mengancam akan membunuh
PEMOHON, apabila PEMOHON tidak menandatangani kedua surat tersebut, yang
nyata-nyata tidak sesuai antara fakta penangkapan dan penahanan dengan tanggal
di surat penangkapan dan penahanan tersebut ;
30. Bahwa merasa dipaksa oleh
TERMOHON, akhirnya PEMOHON menandatangani kedua surat tersebut dan setelah
PEMOHON selesai menandatangani surat-surat tersebut, TERMOHON langsung
memasukan PEMOHON ke dalam tahanan ;
31. Bahwa pada tanggal ……., PEMOHON diperiksa sebagai Tersangka
oleh TERMOHON. Setelah selesai pemeriksaan, PEMOHON diperintahkan oleh TERMOHON
untuk menandatangani BAP namun bukan BAP tertanggal ….., melainkan BAP tertanggal …..;
32. Bahwa selama di POLDA ….., PEMOHON diperiksa oleh TERMOHON
selama beberapa kali, yaitu :
-
Berita Acara Pemeriksaan No. ……
-
Berita Acara Pemeriksaan Tersangka, tertanggal …..
-
Berita Acara
Pemeriksaan................................ ….
-
Berita Acara Pemeriksaan…..
-
Berita Acara Pemeriksaan…………. (Berita Acara Konfrontasi)
33. Bahwa selama di dalam tahanan, PEMOHON diperiksa atau
dimintai Keterangan sebagai Tersangka oleh TERMOHON, akan tetapi PEMOHON tidak
diberitahu haknya untuk didampingi oleh Penasehat Hukum ;
34. Bahwa pemeriksaan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON
sebagaimana tersebut di atas, bukan berdasarkan Laporan Polisi Nomer : …… tanggal
…… sebagaimana tersebut dalam Panggilan I dan Panggilan II
PEMOHON sebagai Saksi, melainkan pemeriksaan berdasarkan Laporan Polisi
Nomor : ……, tanggal …. tentang Pemberantasan Tindak Pidana …… pada …… ;
II. ANALISA YURIDIS
Bahwa tindakan Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas pada saat
itu, dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan / atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan
tersebut tidak diberikan kepada Keluarga PEMOHON, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah
melanggar Ketentuan
:
1.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 18 ayat (1) KUHAP :
Pelaksanaan tugas
penangkapan. dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka Surat Perintah
Penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan
penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta
tempat ia diperiksa.
Pasal 18 ayat (3) KUHAP :
Tembusan Surat
Perintah Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada
keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
2.
Peraturan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang
Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Perkap No. 12 Tahun 2009)
Pasal 70 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009 :
Setiap tindakan
penangkapan wajib dilengkapi Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah
Penangkapan yang sah dan dikeluarkan oleh atasan penyidik yang berwenang.
Pasal 72 Perkap No. 12 Tahun 2009 :
Tindakan penangkapan
terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut
:
a.
Tersangka
telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut
dan wajar;
b.
Tersangka
diperkirakan akan melarikan diri;
c.
Tersangka
diperkirakan akan mengulangi perbuatannya;
d.
Tersangka
diperkirakan akan menghilangkan barang bukti;
e.
Tersangka
diperkirakan mempersulit penyidikan.
Pasal 75 huruf a Perkap No. 12 Tahun 2009 :
Dalam hal melaksanakan
tindakan penangkapan, setiap petugas wajib : a. Memahami peraturan perundang-undangan,
terutama mengenai kewenangan dan tata cara untuk melakukan penangkapan serta
batasan-batasan kewenangan tersebut.
Pasal 75 huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009 :
Dalam hal melaksanakan
tindakan penangkapan, setiap petugas wajib :
c. Menerapkan
prosedur-prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan, pelaksanaan dan
tindakan sesudah penangkapan.
Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah disertai dengan tindakan TERMOHON yang
menodongkan Pistol ke Kepala PEMOHON, karena
itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar
dan bertentangan dengan ketentuan :
1.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Konsiderans KUHAP huruf a :
a.
Bahwa
negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang
menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.
Konsiderans KUHAP huruf c :
c.
Bahwa
pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang Hukum Acara Pidana adalah
agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan
pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang
masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat
dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara
hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945
2.
Undang-Undang
Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 :
Setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Pasal 28 G :
(1)
Setiap
orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi.
(2)
Setiap
orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 :
Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
3.
Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Setiap orang berhak
atas pegakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta
mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan
persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun dan oleh siapapun.
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Setiap orang diakui
sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta
perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Setiap orang yang
ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak
pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara
sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang
diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4.
Peraturan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang
Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Perkap No. 12 Tahun 2009)
Pasal 75 huruf d Perkap No. 12 Tahun 2009 :
Dalam
hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib bersikap
profesional dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak manusiawi,
menyangkut waktu yang tepat dalam melakukan penangkapan, cara-cara penangkapan
terkait dengan kategori-kategori yang ditangkap seperti anak-anak, orang dewasa
dan orang tua atau golongan laki-laki dan perempuan serta kaum rentan.
Pasal 76 ayat (1) huruf b Perkap No. 12 Tahun 2009 :
Dalam hal melaksanakan
penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut
:
b. Senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap…
Pasal 76 ayat (1) huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009 :
Dalam hal melaksanakan
penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut
:
c. Tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka.
Pasal 76 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009 :
Tersangka yang telah
tertangkap, tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah sampai
terbukti bersalah di pengadilan.
Bahwa tindakan Penggeledahan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan dan tidak memberikan Surat
Perintah Penggeledahan, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah
melanggar ketentuan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 32 KUHAP :
Untuk Kepentingan penyidikan,
penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau
penggeledahan badan mnurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 33 KUHAP :
(1).
Dengan surat izin
Ketua Pengadilan Negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan yang
diperlukan.
(2).
Dalam hal yang
diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara
Republik Indonesia dapat memasuki rumah.
(3).
Setiap kali
memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau
penghuni menyetujuinya.
(4).
Setiap kali
memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan
dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.
(5).
Dalam waktu dua
hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita
acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang
bersangkutan.
Pasal
36 KUHAP :
Dalam hal
penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan
tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan tersebut
harus diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan didampingi oleh penyidik dari
daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.
Bahwa tindakan penyitaan yang dilakukan TERMOHON terhadap
barang-barang milik PEMOHON, hanya
beberapa barang milik PEMOHON saja yang dimasukan dalam Berita Acara Penyitaan,
sedangkan ada barang-barang lain milik PEMOHON yang disita namun tidak
dimasukan Berita Acara Penyitaan, karena itu
tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar
dan bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 34 ayat (2) KUHAP :
Dalam hal penyidik
melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1) penyidik tidak
diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak
merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan,
kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang
diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu
wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh
persetujuannya.
Pasal 75 ayat (1) huruf f KUHAP :
Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang Penyitaan
Benda;
Pasal 75 ayat (3) huruf f KUHAP :
Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat
tersebut pada ayat (2) ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalam
tindakan tersebut pada ayat (1).
Bahwa karena TERMOHON tidak
melaksanakan prosedur-prosedur sesuai dengan Ketentuan
Perundang-Undangan, maka tindakan TERMOHON menunjukkan ketidakpatuhan akan hukum, padahal TERMOHON
sebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia in casu dalam
kualitas sebagai PENYIDIK seharusnya memberikan contoh kepada warga masyarakat, dalam hal ini PEMOHON dalam hal pelaksanaan hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) KUHAP sebagai berikut :
1.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 7 ayat (3) KUHAP :
Dalam melakukan
tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib
menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
2.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa
bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan,
kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Bahwa dalam perkembangannya PRAPERADILAN telah menjadi fungsi kontrol
Pengadilan terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam
hal ini yang berkaitan dengan penangkapan, sehingga oleh karenanya tindakan
tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penangkapan oleh TERMOHON kepada PEMOHON adalah
TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA
MELANGGAR KETENTUAN KUHAP. Dengan demikian, jika seandainya
menolak GUGATAN PRAPERADILAN a-quo,
penolakan itu sama saja dengan MELETIGIMASI
PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON DAN
MELETIGIMASI PENYIKSAAN DAN PELANGGARAN HAK ASASI YANG DILAKUKAN TERMOHON
KEPADA PEMOHON;
III. PERMNTAAN GANTI KERUGIAN DAN/ATAU
REHABILITASI
1.
Bahwa tindakan PENANGKAPAN, PENAHANAN, PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHON
terhadap PEMOHON telah
mengakibatkan kerugian bagi PEMOHON;
2.
Bahwa mengingat PEMOHON adalah PENGUSAHA, dimana sumber penghasilan untuk kehidupan
sehari-hari bergantung pada penghasilan atau usaha PEMOHON, maka SANGAT WAJAR dan BERALASAN untuk diberikan
kompensasi dan/atau
ganti rugi bagi PEMOHON;
3.
Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur, sebagai berikut :
Pasal 9 ayat (1) :
Ganti kerugian
berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf (b) dan Pasal 95 KUHAP
adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 9 ayat (2) :
Apabila penangkapan,
penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan
yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan
atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp.
3.000.000,-(tiga juta rupiah).
Merujuk pada pasal tersebut di atas dimana fakta membuktikan bahwa akibat
penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian yang
seharusnya dibayarkan kepada PEMOHON adalah
sebesar Rp. .........................,- (..................................................... rupiah);
4.
Bahwa disamping kerugian Materiil, PEMOHON juga menderita kerugian
Immateriil, berupa :
a.
Bahwa akibat
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah oleh
TERMOHON, menyebabkan tercemarnya nama baik PEMOHON, hilangnya kebebasan, menimbulkan
dampak psikologis terhadap PEMOHON dan keluarga PEMOHON, dan telah menimbulkan
kerugian immateril yang tidak dapat dinilai dengan uang, sehingga di batasi
dengan jumlah sebesar Rp. .....................................,- (.......................................);
b.
Bahwa kerugian Immateriil tersebut di atas selain
dapat dinilai dalam bentuk uang, juga adalah wajar dan sebanding dalam
penggantian kerugian Immateriil ini dikompensasikan dalam bentuk TERMOHON meminta Maaf secara terbuka
pada PEMOHON lewat Media Massa
di ............ selama 2 (dua) hari berturut-turut.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon Ketua
Pengadilan Negeri ………. agar segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan
hak-hak PEMOHON sebagaimana
diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP, dan mohon
kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri …………. Cq. Hakim Yang Memeriksa Permohonan ini berkenan memeriksa dan memutuskan sebagai berikut :
1.
Menerima dan mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk
seluruhnya ;
2.
Menyatakan tindakan penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, dan Penyitaan atas barang dan diri PEMOHON adalah Tidak Sah
Secara Hukum karena melanggar ketentuan perundang-undangan ;
3.
Memerintahkan kepada TERMOHON agar segera mengeluarkan/membebaskan PEMOHON atas nama ……………………………… ;
4.
Menghukum TERMOHON
untuk membayar ganti Kerugian Materiil sebesar Rp. .........................., (....................... rupiah) dan Kerugian
Immateriil sebesar Rp.........................,- (........................... rupiah), sehingga
total kerugian seluruhnya sebesar Rp........................,-(........................... rupiah) secara tunai
dan sekaligus kepada PEMOHON ;
5.
Menghukum TERMOHON
untuk meminta Maaf secara terbuka kepada PEMOHON lewat Media Massa di ............................... selama 2 (dua) hari berturut-turut ;
6.
Memulihkan hak-hak PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya.
ATAU,
Jika Pengadilan Negeri ……………….. berpendapat lain, mohon
Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo
et bono).
Jakarta, ………………….
Hormat kami,
Kuasa Hukum PEMOHON
No comments:
Post a Comment