Wednesday, June 26, 2013

DASAR AJARAN IBNU SINA DAN PARA FILOSUF YUNANI

DASAR AJARAN FILSAFAT IBNU SINA DAN PARA FILOSUF YUNANI
Prinsip utama dalam ajaran filsafat yang tidak ada perbedaan pendapat di antara para filosuf dari aliran mana pun di zaman kapan pun yaitu sumber kebenaran yang mutlak adalah akal.
                                                                                                                                       
Inilah perbedaan mendasar antara kaum filosuf dengan se lainnya. Pemujaan terhadap akal ini dimulai pada zaman para fi-losuf Yunani yang ditokohi oleh Socrates, Plato dan Aristoteles.
Bahkan sempat terjadi ketegangan antara para ilmuwan dengan para filosuf pada masa Socrates  dan Plato, sampai-sampai para ilmuwan ketika itu, seperti Archimedes, Hippocrates dan Eucli-des memilih untuk bergerak di luar filsafat.
Bahkan Plato meng ambil sikap lebih ekstrem lagi, yaitu dengan memusuhi agama. Memang ketika masa Aristoteles terjadi upaya pengakuran antara filsafat, ilmu sains dan agama.
Namun penggunaan akal sebagai sumber kebenaran yang mutlak bagi para filosuf tetap di pertahankan, bahkan hingga hari ini.
Aristoteles sendiri adalah seorang pemuja berhala, di mana ketika ajal menjemput ia sempat berpesan agar sebagian harta peninggalannya digunakan untuk membangun patung Dewa Zeus dan Athena di kota kelahirannya, Stagiro.
Buku-buku filsafat Yunani terutama karya Aristoteles dan guru-gurunya, yaitu Socrates dan Plato dimasukkan dan diterjemahkan ke dalam bahasa arab pada masa Kholifah Al-Manshur di zaman kekuasaan Daulat Bani ‘Abbasiyah.
                                                                                                                                          
Ketika itu mulailah bermunculan para filosuf dari kalangan kaum muslimin, seperti Al-Kindi, Al-Farobi, Ibnu Sina ( Avecina ), Ibnu Rusyd, dan lain-lainnya. Semua masih sepakat dengan prinsip filsafat Yunani yaitu mendewakan akal.
Hanya saja di antara mereka ada yang masih dalam batasan keliru atau sesat, namun ada pula yang telah sampai ke derajat kafir, bahkan ada yang lebih kafir daripada ke kafiran yang ada pada Yahudi dan Nashrani.
Di antara filosuf dari kalangan kaum muslimin yang telah sepakat para ‘ulama akan kekafirannya adalah Ibnu Sina. Sebagaimana para filosuf Yunani, Ibnu Sina pun meyakini bahwa Tuhan itu adalah akal.
Ibnu Sina berupaya mencari pembenaran prinsip penuhanan akal dengan membuat sebuah teori pencipta an alam yang dikenal dengan nama teori emanasi nazhoriyah al-faidh ) yang mirip dengan teori yang dikemukakan oleh Al-Farobi sebelumnya yang menyatakan bahwa terjadinya alam ini adalah dengan cara pelimpahan, seperti melimpahnya panas dari api.
Faham emanasisme ini merupakan perpaduan antara unsur filsafat Aristoteles yang menyatakan bahwa alam dunia ini azali dan abadi, unsur filsafat Elia dan Neo Platoisme yang menyatakan bahwa tiap-tiap yang satu hanya dapat menyeluarkan satu juga, dan dengan unsur ilmu kalam Mu’tazilah yang membagi ke beradaan segala sesuatu menjadi wajibul-wujud dan mumkinul-wujud  .
                                                                                                                                        
Dalam teori emanasinya, Ibnu Sina menyatakan bahwa Tuhan itu adalah akal, yang bilamana Akal itu berta’aqqul, yaitu berfikir tentang diri-Nya, lalu memikirkan sesuatu di luar diri-Nya, maka akan menjadi sebab munculnya akal berikutnya yang disertai jismu al-falaq al-aqsho  dan nafs al-falaq al-aqsho  . Se cara ringkas teori emanasi Ibnu Sina adalah sebagai berikut :
§ Wujud I ( Alloh ) berta’aqqul maka muncul Wujud II / Akal I.
§ Wujud II / Akal I berta’aqqul maka muncul Wujud III / Akal II dan Langit I beserta jiwanya.
§ Wujud III / Akal II berta’aqqul maka muncul Wujud IV / Akal III dan bintang-bintang tetap beserta jiwanya.
§ Wujud IV / Akal III berta’aqqul maka muncul Wujud V / Akal IV dan Planet Saturnus beserta jiwanya.
§ Wujud V / Akal IV berta’aqqul maka muncul Wujud VI / Akal V dan Planet Yupiter berserta jiwanya.
§ Wujud VI / Akal V berta’aqqul maka muncul Wujud VII / A-kal VI dan Planet Mars beserta jiwanya.
§ Wujud VII / Akal VI berta’aqqul maka muncul Wujud VIII / A kal VII dan matahari beserta jiwanya.

                                  
§ Wujud VIII / Akal VII berta’aqqul maka muncul Wujud IX / A kal VIII dan Planet Venus beserta jiwanya.
§ Wujud IX / Akal VIII berta’aqqul maka muncul Wujud X / A-kal IX dan Planet Mercurius beserta jiwanya.
§ Wujud X / Akal IX berta’aqqul maka muncul Wujud XI / Akal X dan bulan berserta jiwanya.
§ Dan dari Akal X muncul bumi dan jiwanya, serta api, tanah, air dan udara.
Berkenaan dengan teori emanasi ini, Syaikhul-Islam Ibnu Taimiy yah berkata [11] : “Orang-orang ini menganggap bahwa yang muncul pertama kali adalah Akal I, dari akal I ini muncul semua apa yang selainnya. Akal I ini menurut mereka adalah tuhan segala sesuatu selain Alloh.
Begitu pula setiap akal adalah tuhan dari setiap apa yang ada di bawahnya. Dan akal X adalah tuhan bagi setiap apa yang ada di bawah Bulan.”
Akal I yang ada dalam teori emanasi ini –menurut Ibnu Sina- ada-lah akal yang disebutkan dalam hadits :
“ Makhluq pertama yang Alloh ciptakan adalah akal. Lalu Alloh berfirman kepada akal : “ Menghadaplah ! ”, maka akal mengha-dap, kemudian Alloh berfirman : “ Membaliklah ! “, maka akal membalik ke belakang, lalu Alloh berfirman : “ Demi kemuliaan-Ku, tidaklah

                                                                                                                                     
Aku menciptakan makhluq yang lebih mulia daripadamu, denganmu Aku mengambil, denganmu Aku memberi, untukmulah pahala dan atasmulah siksa.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya dalam Al-‘Aql wa Fadhluhu, Ath-Thobroni dalam Al-Ausath, Ibnu ‘Adi dalam Al-Ka-mil, Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudhu’at (kumpulan hadits palsu). Dan para ahli hadits sepakat bahwa hadits ini adalah palsu.
Berkata Ibnu Hibban : “Tidak ada satu hadits shohih pun dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam yang berkenaan dengan akal.”
Berkata Al-‘Uqoili : “Tidak kokoh sedikit pun yang berkenaan de-ngan matan hadits ini – yakni : tentang akal -.”

·         Socrates memang memiliki sikap anti ilmu, dan sikap ini diikuti oleh muridnya, Plato.
Dengan demikian sangat salah orang yang berpendapat bahwa filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan.Karena terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya.

Ilmu-ilmu murni ( paspal ) harus didasari bukti-bukti empiris yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sedangkan filsafat tidak membutuhkan adanya pembuktian empiris semacam itu.

Filsafat hanya menuntut pe-nganutnya untuk mematuhi kaidah berfikir ala mereka yang disebut ILMU LOGIKA atau dalam kalangan filosuf yang mengaku muslim dikenal dengan sebutan ILMU MANTHIQ.
                                                                                                                                           21.
·         Sekali pun Plato dengan tegas melarang agama, namun dalam beberapa karyanya didapati pemuatan beberapa mitos dalam mytologi Yunani Kuno. Inilah di antara sikap plin-plan Plato cs.
Ini adalah bantahan yang terang terhadap beberapa kalangan yang menganggap bahwa Aristote-les telah mengenal ajaran tauhid.

·         Anggapan keliru ini dikarenakan banyak orang yang menyangka bahwa Aristoteles adalah guru dari Iskandar Dzulqornain atau dalam bahasa eropa disebut dengan Alexander The Greet.
·         Persangkaan ini tidak benar, karena Iskandar ( Alexander ) Sang Penakluk yang sholih hidup pada zaman Nabi Ibrohim as dan merupakan salah satu murid pertama Nabi Ib-rohim.
·         Sedangkan Alexander yang mereka maksudkan adalah Alexander Putra Philips II Raja Macedonia yang musyrik. Sangat jauh sekali perbedaan masa dan zaman antara kedua Alexander ini!
·         Ada tanpa permulaan.
·         Tetap ada, tidak akan binasa.
·         Yaitu wujud yang mesti harus ada, tidak bisa dibayangkan ketidak adaannya.
·         Yaitu wujud yang bisa ada dan mungkin pula ketidak adaannya.
·         Yaitu benda-benda langit yang jauh.
·         Yaitu roh atau jiwa dari benda-benda langit tersebut.
·         Al-Furqon Baina Auliya’ Ar-Rohman wa Auliya’ Asy-Syaithon : 110.
                                                                                                                                           
Filsafat Ibnu Sina diantara para filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu - satunya filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim beberapa abad.

Pengaruh ini terwujud bukan hanya karena ia memiliki sistem, tetapi karena sistem yang ia miliki itu menampakkan keasliannya yang menunjukkan jenis jiwa yang jenius dalam menemukan metode - metode dan alasan - alasan yang diperlukan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual Hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam sistem keagamaan Islam.

No comments:

Post a Comment