HAM ( Hak Asasi Manusia )
Hak Asasi Manusia atau sering kita sebut sebagai HAM adalah
terjemahan dari istilah human rights atau the right of human. Secara
terminologi istilah ini artinya adalah Hak-Hak Manusia. Namun dalam beberapa
literatur pemakaian istilah Hak Asasi Manusia (HAM) lebih sering digunakan dari
pada pemakaian Hak-hak Manusia. Di Indonesia hak-hak manusia pada umumnya lebih
dikenal dengan istilah “hak asasi” sebagai terjemahan dari basic rights
(Inggris) dangrondrechten (Belanda), atau bisa juga disebut hak-hak fundamental
(civil rights). Istilah hak-hak asasi secara monumental lahir sejak
keberhasilan Revolusi Perancis tahun 1789 dalam “Declaration des Droits de
L’homme et du Citoyen” (hak-hak asasi manusia dan warga negara Perancis),
dengan semboyan Liberte, Egalite, Fraternite. Istilah HAM berkembang sesual
dengan perkembangan zaman. Perkembangan zaman dalam arti perubahan peradaban
manusia dari masa ke masa. Pada mulanya dikenal dengan sebutan natural rights
(hak-hak alam), yang berpedoman kepada teori hukum alam bahwa; segala sesuatu
berasal dari alam termasuk HAM. Istilah ini kemudian diganti dengan the rights
of man, tetapi akhirnya tidak diterima, karena tidaak mewakili hak-hak wanita.
Setelah PD II dan terbentuknya PBB, maka muncul istilah baru yang lebih populer
sekarang yaitu human rights Di Amerika Serikat dikenal dengan sebutan Civil
Rights. Perancis menyebutnya: Droit de L’ Homme; Belanda: Menselijke Rechten.
Namun dibalik beragamnya sebutan untuk Hak Asasi Manusia, secara pengertian
masih memiliki makna yang sama. Secara umum Hak Asasi Manusia dapat diartikan
sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Adapun jenis – jenis Hak Asasi Manusia yang dikenal di dunia
adalah sebagai berikut:
Hak asasi pribadi / Personal Right:
Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah
tempat.
Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau
perkumpulan.
Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama
dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.
Hak asasi politik / Political Right:
Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan
organisasi politik lainnya.
Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.
Hak azasi hukum / Legal Equality Right:
Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan.
Hak untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil / PNS.
Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.
Hak azasi Ekonomi / Property Rigths:
Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.
Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang,
dll.
Hak kebebasan untuk memiliki susuatu.
Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights:
Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.
Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan,
penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right:
Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan.
Hak mendapatkan pengajaran.
Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan
minat.
Sementara itu, dalam konstitusi kita UUD 1945, juga memuat
jaminan perlindungan atas Hak Asasi Manusia. Menurut Prof. Dr. Jimly
Asshiddiqie, S.H. dalam tulisannya Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, dari
konstitusi kita, setidaknya dapat dirangkum materi perlindungan Hak Asasi
Manusia seperti berikut ini:
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya.
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi .
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memimih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,
serta berhak kembali.
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat.
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyim-pan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain.
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak
milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia.
Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya.
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Negara, dalam keadaan apapun, tidak dapat mengurangi hak
setiap orang untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut.
Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak
masyarakat tradisional selaras dengan perkem¬bangan zaman dan tingkat peradaban
bangsa.
Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral
kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya.
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
Untuk memajukan, menegakkan dan melindungi hak asasi manusia
sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Untuk menjamin pelaksanaan Pasal 4 ayat (5) tersebut di
atas, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen
menurut ketentuan yang diatur dengan undang-un-dang.
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin peng-akuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.
Jika ke-27 ketentuan yang sudah diadopsikan ke dalam
Undang-Undang Dasar diperluas dengan memasukkan ele men baru yang ber sifat
menyempurnakan rumusan yang ada, lalu dikelompokkan kembali sehingga mencakup
ketentuan-ketentuan baru yang belum dimuat di dalamnya, maka ru mus an hak
asasi manusia dalam Un dang-Undang Dasar da pat mencakup empat kelompok materi
sebagai berikut:
Kelompok Hak-Hak Sipil yang dapat dirumuskan men jadi:
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan
atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat
kemanusiaan.
Setiap orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbu
dakan.
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya.
Setiap orang berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran
dan hati nurani.
Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di ha dapan
hukum.
Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di ha dapan
hukum dan pemerintahan.
Setiap orang berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut.
Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melan
jutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Setiap orang berhak akan status kewarganegaraan.
Setiap orang berhak untuk bebas bertempat tinggal di wi
layah negaranya, meninggalkan dan kembali ke negaranya.
Setiap orang berhak memperoleh suaka politik.
Setiap orang berhak bebas dari segala bentuk perlakuan
diskriminatif dan berhak mendapatkan perlin dungan hukum dari perlakuan yang
bersifat diskriminatif tersebut.
Terhadap hak-hak sipil tersebut, dalam keadaan apa pun atau
bagaimanapun, negara tidak dapat mengurangi arti hak-hak yang ditentukan dalam
Kelompok 1 “a” sampai dengan “h”. Namun, ke tentuan tersebut tentu tidak di mak
sud dan tidak dapat diartikan atau digunakan seba gai dasar untuk membebaskan
seseorang dari penuntutan atas pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
diakui menurut ketentuan hukum Internasional. Pembatasan dan penegasan ini
penting untuk memas tikan bahwa ketentuan tersebut tidak dimanfaatkan secara
semena-mena oleh pihak-pihak yang berusaha membebaskan diri dari ancaman
tuntutan. Justru di sini lah letak kontro versi yang timbul setelah ketentuan
Pasal 28I Perubahan Kedua UUD 1945 disahkan beberapa waktu yang lalu.
Kelompok Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya:
Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan
menyatakan pendapatnya secara damai.
Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam
rangka lembaga perwakilan rakyat.
Setiap warga negara dapat diangkat untuk menduduki
jabatan-jabatan publik.
Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan
yang sah dan layak bagi kemanusiaan.
Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan
mendapat perlakuan yang layak dalam hubungan kerja yang berkeadilan.
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi.
Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang
dibutuhkan untuk hidup layak dan memungkinkan pengembangan dirinya sebagai
manusia yang ber-martabat.
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi.
Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pendi¬dikan
dan pengajaran.
Setiap orang berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat
dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas
hidup dan kesejahteraan umat manusia.
Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan
hak-hak masyarakat lokal selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat
peradaban bangsa .
Negara mengakui setiap budaya sebagai bagian dari kebudayaan
nasional.
Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral
kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya .
Kelompok Hak-Hak Khusus dan Hak Atas Pembangunan
Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk
kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil,
berhak men-dapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan
yang sama.
Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk mencapai
kesetaraan gender dalam kehidupan nasional.
Hak khusus yang melekat pada diri perempuan yang dikarenakan
oleh fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Setiap anak berhak atas kasih sayang, perhatian dan
perlindungan orangtua, keluarga, masyarakat dan negara bagi pertumbuhan fisik
dan mental serta per-kembangan pribadinya.
Setiap warga negara berhak untuk berperan serta dalam
pengelolaan dan turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan
kekayaan alam.
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan
sehat.
Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus yang ber sifat
sementara dan dituangkan dalam peraturan per undangan-un dangan yang sah yang
dimaksudkan untuk menyetarakan tingkat perkembangan kelom pok tertentu yang
pernah me nga lami perlakuan dis krimi nasi dengan kelompok-kelompok lain dalam
masya rakat, dan perlakuan khusus sebagaimana di ten tukan dalam ayat (1) pasal
ini, tidak termasuk dalam pe nger tian diskriminasi sebagaimana ditentu kan
dalam Pasal 1 ayat (13).
Tanggungjawab Negara dan Kewajiban Asasi Manusia
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk pada pembatasan yang dite tap kan oleh undang-undang dengan maksud
semata-ma ta untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain serta untuk meme nuhi tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai
aga ma, moralitas dan kesusilaan, keamanan dan keter tib an umum dalam
masyarakat yang demokratis.
Negara bertanggungjawab atas perlindungan, pema juan,
penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi ma nusia.
Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak memihak
yang pem bentukan, susunan dan kedu dukannya diatur dengan undang-undang.
Negara Hukum
Istilah Negara Hukum baru dikenal pada Abad XIX tetapi
konsep Negara Hukum telah lama ada dan berkembang sesuai dengan tuntutan
keadaan. Dimulai dari jaman Plato hingga kini, konsepsi Negara Hukum telah
banyak mengalami perubahan yang mengilhami para filsuf dan para pakar hukum
untuk merumuskan apa yang dimaksud dengan Negara Hukum dan hal-hal apa saja
yang harus ada dalam konsep Negara Hukum.
Perkembangan Negara Hukum sudah terjadi sejak jaman Plato
dan Aristoteles. Perkembangan konsep Negara Hukum dapat dibagi dalam 3 (tiga)
bagian, yaitu:
Jaman Plato dan Aristoteles
Plato dan Aristoteles mengintrodusir Negara Hukum adalah
negara yang diperintah oleh negara yang adil. Dalam filsafatnya, keduanya
menyinggung angan-angan (cita-cita) manusia yang berkorespondensi dengan dunia
yang mutlak yang disebut :
Cita-cita untuk mengejar kebenaran (idée der warhead);
Cita-cita untuk mengejar kesusilaan (idée der zodelijkheid);
Cita-cita manusia untuk mengejar keindahan (idee der
schonheid);
Cita-cita untuk mengejar keadilan (idée der gorechtigheid).
Plato dan Aristoteles menganut paham filsafat idealisme.
Menurut Aristoteles, keadilan dapat berupa komunikatif (menjalankan keadilan)
dan distribusi (memberikan keadilan). Menurut Plato yang kemudian dilanjutkan
oleh Aristoteles, bahwa hukum yang diharapkan adalah hukum yang adil dan dapat
memberikan kesejahteraan bagi msyarakat, hukum yang bukan merupakan paksaan
dari penguasa melainkan sesuai dengan kehendak warga Negara, dan untuk mengatur
hukum itu dibutuhkan konstitusi yang memuat aturan-aturan dalam hidup
bernegara.
Di Daratan Eropa (menurut paham Eropa Kontinental)
Diawali pendapat dari Immanuel Kant yang mengartikan Negara
Hukum adalah Negara Hukum Formal (Negara berada dalam keadaan statis atau hanya
formalitas yang biasa disebut dengan Negara Penjaga Malam /Nachtwakestaat).
F.J. Stahl, kalangan ahli hukum Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri Negara
hukum (rechtstaat) sebagai berikut :
Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia;
Pemisahan kekuasaan Negara;
Pemerintahan berdasarkan undang-undang;
Adanya Peradilan Administrasi.
Perumusan ciri-ciri Negara Hukum yang dilakukan oleh F.J.
Stahl kemudian ditinjau ulang oleh International Commision of Jurist pada
Konferensi yang diselenggarakan di Bangkok tahun 1965, yang memberikan
ciri-ciri sebagai berikut :
Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak
individu konstitusi harus pula menentukan cara procedural untuk memperoleh
perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
Pemilihan Umum yang bebas;
Kebebasan menyatakan pendapat;
Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
Pendidikan Kewarganegaraan.
Indonesia, dalam Seminar Nasional Indonesia tentang
Indonesia Negara Hukum
Pada tahun 1966 di Jakarta diadakan Seminar Nasional
Indonesia tentang Indonesia Negara Hukum. Yang mana salah satu hasil Seminar
adalah dirumuskannya prinsip-prinsip Negara Hukum yang menurut pemikiran saat
itu, prinsip ini dapat diterima secara umum. Prinsip-prinsip itu adalah :
Prinsip-prinsip jaminan dan perlindungan terhadap HAM;
Prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak, artinya :
Kedudukan peradilan haruslah independen tetapi tetap
membutuhkan pengawasan baik internal dan eksternal.
Pengawasan eksternal salah satunya dilaksanakan oleh Komisi
Ombudsman (dibentuk dengan Keppres No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman)
yaitu Lembaga Pengawas Eksternal terhadap Lembaga Negara serta memberikan
perlindungan hukum terhadap publik, termasuk proses berperkara di Pengadilan
mulai dari perkara diterima sampai perkara diputus.
Menurut Sri Soemantri yang terpenting dalam Negara hukum ,
yaitu :
Bahwa pemerintahan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya
harus berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan;
Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warganya);
Adanya pembagian kekuasaan dalam Negara;
Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke
controle).
Istilah negara hukum ada yang menyebutnya dengan Rechsstaat
dan ada pula disebut dengan Rule of Law. Sarjana Eropa Kontinental menyebutnya
dengan Rechsstaat. Sarjana Hukum Anglo Saxon (Inggeris dan Amerika) menyebutkan
negara hukum dengan Rule of Law.
Jadi dapat disimpulkan bahwa negara yang berdasar atas hukum
(Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat) dan
Pemerintahannya berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Menurut Montesqueu, negara yang
paling baik ialah negara hukum sebab di dalam konstitusi di banyak negara
mempunyai tiga inti pokok yaitu: Perlindungan HAM; Ditetapkannya ketatanegaraan
suatu negara; Membatasi kekuasaan dan wewenang organ-organ negara.
Disamping itu salah satu tujuan Negara Hukum adalah
memperoleh setinggi-tingginya kepastian hukum (rechtzeker heid) bagi warganya.
Kepastian hukum menjadi makin dianggap penting bila dikaitkan dengan ajaran
negara berdasar atas hukum. Telah menjadi pengetahuan klasik dalam ilmu hukum
bahwa hukum tertulis dipandang lebih menjamin kepastian hukum dibandingkan
dengan hukum tidak tertulis.
Hubungan Negara Hukum
dan Hak Asasi Manusia
Perumusan ciri-ciri Negara Hukum yang dilakukan oleh F.J.
Stahl, yang kemudian ditinjau ulang oleh International Commision of Jurist pada
Konferensi yang diselenggarakan di Bangkok tahun 1965, yang memberikan
ciri-ciri sebagai berikut:
Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak
individu konstitusi harus pula menentukan cara procedural untuk memperoleh
perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
Pemilihan Umum yang bebas;
Kebebasan menyatakan pendapat;
Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
Pendidikan Kewarganegaraan.
Seperti dijelaskan di atas, jelaslah bahwa sebuah Negara
Hukum haruslah memiliki ciri atau syarat mutlak bahwa negara itu melindungi dan
menjamin Hak Asasi Manusia setiap warganya. Dengan demikian jelas sudah
keterkaitan antara Negara hukum dan Hak Asasi Manusia, dimana Negara Hukum
wajib menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia setiap warganya.
Indonesia dan Hak
Asasi Manusia
Pada tahun 1966 di Jakarta diadakan Seminar Nasional
Indonesia tentang Indonesia sebagai Negara Hukum. Yang mana salah satu hasil
Seminar adalah dirumuskannya prinsip-prinsip Negara Hukum yang menurut
pemikiran saat itu, prinsip ini dapat diterima secara umum. Prinsip-prinsip itu
adalah:
1.
Prinsip-prinsip jaminan dan perlindungan terhadap HAM;
2. Prinsip peradilan yang bebas dan tidak
memihak.
Artinya Indonesia sebagai Negara Hukum amatlah menghormati
prinsip – prinsip penegakan HAM. Dilihat dari segi hukum dan konstitusi, tekad
bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM tercermin dari berbagai ketentuan yang
tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) dan Pancasila, dalam
Undang-undang Dasar yang telah di amandemen, Undang-undang Nomor 39/1999
tentang HAM, Undang-undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan ratifikasi
yang telah dilakukan terhadap sejumlah instrumen HAM intemasional.
Dalam Pembukaan UUD 45 dengan tegas dinyatakan bahwa
“pejajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Dalam amandemen kedua UUD 1945, pasal 28 telah dirubah
menjadi bab tersendiri yang memuat 10 pasal mengenai Hak Asasi Manusia.
Dalam Undang-undang Nomor 39/1999 tentang HAM telah dimuat
hak asasi manusia yang tercantum dalam instrumen utama HAM internasional, yaitu
: Deklarasi Universal HAM, Konvensi hak sipil dan politik, Konvensi hak,
ekonomi, sosial dan budaya, konvensi hak perempuan, konvensi hak anak dan
konvensi anti penyiksaan. Undang-undang ini selain memuat mengenai HAM dan
kebebasan dasar manusia, juga berisi bab-bab mengenai kewajiban dasar manusia,
Komnas HAM, partisipasi masyarakat dan pengadilan HAM.
Dalam Undang-undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM
khususnya dalam Bab III dinyatakan bahwa Pengadilan HAM bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM berat.
Indonesia juga telah meratifikasi sejumlah konvensi HAM
internasional, di antaranya yang terpenting adalah:
Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (CEDAW), diratifikasi dengan UU No.7 /1984.
Konvensi HAK Anak (CRC), diratifikasi dengan Keppres
No.36/1990.
Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), diratifikasi dengan UU
No.5/1998.
Konvensi Penghapusan Diskriminasi Ras (CERD), diratifikasi
dengan UU No.29/1999.
Sejumlah (14) konvensi ILO (Hak pekerja).
Pembentukan konstitusi ini merupakan bentuk tanggung jawab
bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain itu
pembentukannya juga mengandung suatu misi mengemban tanggung jawab moral dan
hukum dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia yang ditetapkan oleh PBB sebagai Negara Hukum, serta yang terdapat
dalam berbagai instrument hukum lainnya yang mengatur hak asasi manusia yang
telah disahkan dan atau diterima negara Republik Indonesia.
Perlindungan Hak Asasi Manusia sudah menjadi asas pokok
dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Hal ini terbukti dari pernyataan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dalam pembukaannya di Alinea
pertama yang menyatakan bahwa “ kemerdekaan ialah hak segala bangsa, maka
penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan”. Hal
ini berarti adanya “freedom to be free”, yaitu kebebasan untuk merdeka, dan
pengakuan atas perikemanusiaan telah menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia
mengakui akan adanya hak asasi manusia.. Prinsip-prinsip HAM secara
keseluruhannya sudah tercakup didalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945. Prinsip universalitas yang merupakan bentuk menyeluruh, artinya setiap
orang / tiada seorangpun tanpa memandang ras,agama,bahasa,kedudukan maupun
status lainnya,dimana setiap orang memiliki hak yang sama dimata hukum, namun prinsip
universalitas tidak keseluruhannya terkandung dalam Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia 1945, hal ini dibuktikan dari pernyataan di dalam
pembukaannya yaitu: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia ”Hal ini berarti Negara hanya bertanggung jawab kepada hak dari
seluruh warga Indonesia saja. Begitu juga dengan beberapa pasal yang
mengistilahkan “setiap warga Negara / tiap-tiap warga Negara”, seperti pada
pasal 27 ayat (1), (2), pasal 30 ayat (1),pasal 31 ayat (1) Padahal yang
dimaksudkan sebagai prinsip universal adalah ketentuan hak yang berlaku bagi
semua orang, bukan terbatas pada wilayah tertentu.